Make A Wish

Tak Ada Kerja Keras Yang Sia-Sia

Dahulu saya berpikir,buat apa ikut lomba menulis kecil-kecilan yang sebagian besar diadakan oleh penerbit Indie atau Self Publishing.Apalagi dengan membayar uang pendaftaran.Bukan cuma hadiahnya yang kecil.Bahkan yang lebih menyedihkan hanya berupa hadiah di bukukan.Sungguh tak seimbang dengan kerja keras dan pemerasan otak juga ide yang dikeluarkan.Apalagi saya sedang dikejar setoran.
Mengirim ke media cetak apalagi!Selain karena lamanya proses penyeleksian.Juga karena sangat kecil kemungkinan untuk dimuat.Mereka tentu lebih memilih karya penulis yang sudah ngetop.Ataupun yang sudah punya nama besar.Yang membuat saya miris,ketika saya baca catatan dari seorang editor.Dari sekian puluh atau ratus atau mungkin ribu naskah yang masuk kedalam panitia lomba atau juga media cetak,hanya di pilah yang pertama kali berdasarkan judulnya saja.Jika juduknya ok,nyentrik,unik dan layak jual maka dipilihlah untuk dibaca isinya kemudian.Akan tetapi jika dari judulnya sudah tidak ok,klasik dan mudah di tebak maka naskah tersebut masuk ke 'tong sampah' tanpa perlu membacanya terlebih dahulu.
Dari naskah yang lolos seleksi judul,dipilih lagi hanya berdasarkan paragraf pertama.Dan seterusnya sampai naskah tersebut layak dinyatakan lolos.
Yang membuat saya miris,kenapa hanya dari juduk atau paragraf pertamanya saja yang dinilai?Apakah si panitia/si editor tersebut tak memikirkan bagaimanakerasnya perjuangan si penulis dalam menemukan gagasan atau idenya.Kejam sekali.Naskah yang sudah susah payah di buat seperti tak ada harganya sama sekali.Apalagi jika embel-embel dalam lomba naskah menjadi milik panitia.Maka beragam prasangka buruk pun berdatangan.Sampai saya berpikir kemana itu sejubel naskah yang dianggap 'sampah'.Jangan-jangan mereka mencuri ide,mengotak-atik dan seterusnya menjadi karya baru yang lebih nyeni dan lebih 'mahal'..

Dengan beragam persepsi negatif tersebut,saya jadi lebih selektif dalam memilih lomba ataupun media.Yang sekiranya ada hadiah besar uang tunai saya ikutin,yang hanya sekedar hadiah diterbitkan menjadi antologi saya lewatkan.Karena mengingat kejar setoran.Dan saya berpikir kenapa saya susah payah memancing ikan kecil,kalau ada kesemapatan buat memancing ikan besar.

Saya nekad langsung memilih menulis sebuah novel,berisikan 100 halaman.Novel bergenre teenlit.Dan setelah selesai saya langsung kirimkan ke penerbit.Itupun saya saring dahulu.Dan lagi-lagi saya berpikir tentang uang.Penerbit mayor saya jadikan daftar sasaran.Saya pilih mana yang lebih cepat proses konfirmasi diterima atau tidaknya naskah kita tersebut agar menghemat waktu.Dan juga mempercepat royalti masuk ke kantong bila naskah tersebut lolos dan layak terbit.

Apakah naskah saya tersebut diterima?
Tentu saja jawabannya tidak!!!
Saya sempet marah,kecewa,semakin mengumpat bahwa penulis pemula sebagai anak tiri di dunia kepenulisan yang serba menjanjikan.Saya bertanya pada mereka,apakah harus punya nama besar dulu baru bisa menang?
Saya sempat mogok menulis.Semogok-mogoknya.Saya merasa semuanya sia-sia dan tak ada gunanya.Dunia kepenulisan ternyata hanya janji manis belaka.Dunia kepenulisan ternyata tak semudah yang saya kira.Disana ada banyak ribuan penulis bermental baja,yang punya jam terbang lebih lama.Siapa saya?

Lama fakum dan mogok menlis membuat otak saya juga terasa beku.Ternyata kecintaan saya dalam menulis tak bisa dihilangkan begitu saja.Akhirnya saya lebih mendekatkan diri pada Allah.Berusaha tak meninggalkan shalat 5 waktu.Perlahan saya menemukan kedamaian hati dan juga harapan untuk bangkit mengejar mimpi saya lagi.

Saya belajar dari kegagalan.Saya berpikir hanya tentang uang.Bagaimana caranya mendapat uang  dari menulis untuk mengejar setoran saya.Satu hal  yang tak saya lakukan,yaitu saya enggan membaca karya orang.Kalaupun iya,hanya sekilas.Akhirnya saya sering membaca karya tulis orang lain,mencari ilmu disetiap kata-kata mereka.Dan ternyata inilah letak kesalahan saya.
Mungkin saya bisa mendapat ide segar sekejap mata dan merangkainya jadi sebuah tulisan.Tapi tulisan saya jauh lebih 'jelek' dibandingkan mereka.

Inilah cermin hidup.Bahwa segala sesuatu ada ilmunya.Ada caranya.Dan saya bertekad belajar dari awal lagi.Saya belajar dari mereka.Mereka tak segan mengikuti lomba kecil2an.Mereka tak putus asa.Dan buku-buku Indie mereka adalah modal awal untuk terbang lebih tinggi lagi.

Saya pun mengubah persepsi.Bahwa banyak penerbit atau editor yang masih punya hati.Kalaupun naskah kita ditolak karena memang naskah kita belum layak.Dalam membangun sebuah cerita ada banyak unsur yang harus diterapkan.Tidak hanya ide dan jalan cerita.Setteing tempat juga cara mendeskripsikannya juga harus benar-benar nyata.Dan disinilah seorang penulis harus banyak membaca,banyak merekam,banyak belajar,walaupun tak langsung ke tempat-tempat yang dijadikan setting cerita.Penulis harus banyak mencari informasi tentang setting tersebut.

Pada intinya saya ingin berbagi,bahwa tak ada kerja keras yang sia-sia.Apalagi jika dibarengi dengan doa dan kepasrahan pada Yang Kuasa.Yakin dan pasti Allah akan menunjukkan jalannya.Disinilah titik balik perjuangan batin saya.Jika kita terus mengejar dunia maka tak akan ada ujung dan akhirnya.Kita hanya diperbudak nafsu,amarah,kecewa,berburuk sangka dan juga putus asa.Namun ketika kita sudah memasrahkan semuanya kepada Allah maka semua yang kita lakukan yakinlah tidak akan sia-sia.Yang penting kita terus berusaha semampu kita yang terbaik,berdoa dan bertawakal.InsyaAllah semuanya akan ada hikmahnya.Kalaupun gagal,pasti ada pelajaran yang bisa kita petik dari kegagalan tersebut.

So.....do the best,you will get the best... ^_^

 




Postingan populer dari blog ini

Independent Woman

Weekend

Ambang Batas4