Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2023

Otak Gue Sekarang Isinya Cuman Duit

Dulu banget, dulu ... dulu ... sekali  Gue nggak kepikiran pengen banyak duit. Maksud gue, nggak terlalu ngejar materi. Sapa sih yang pengen punya rumah bagus, mobil, tabungan banyak dst. Semua orang juga maunya begitu pan.  Pada dasarnya gue orangnya nerimo, dikasih berapa aja nggak protes. Gue mah yang penting harmonis, lebih mengejar kebahagiaan batiniah. Tapi, setelah melalui banyak hal. Gue zengah dan berontak. Seakan muak ada di posisi paling bawah. Menjadi manusia yang nggak bisa menghasilkan uang sekarang bagi gue kek sebuah penghinaan yang menimbulkan luka mendalam.  Tidak dihargai oleh siapapun. Padahal, seumur gue idup, gue nggak terlalu ingin perhiasan. Baju bagus, skincare atau apapun yang bersifat banda. Gue emang anak mamih, nggak pernah ngerasain kerja keras sebelum gue menikah. Sejak dulu, gue manjanya ama perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekat. Sekarang, gue udah muak dan zengah karena selalu dianggap sebelah mata. Kodrat seorang wanita ya diam di rumah,

Titik Nol2

Entah mengapa gue mulai pesimis dengan pernikahan gue. Entah kenapa gue mulai halu andai laki gue menyerah bagaimana? Apa gue udah benar-benar siap menghadapi kenyataan itu?  Masalah gue masih belum kelar, gue seperti memegang bom waktu yang bisa saja meledak kapan saja. Gue nggak terlalu yakin kali ini kami bisa melewatinya.  Andaikata itu terjadi, misal laki gue memilih untuk melepaskan gue karena mungkin saja dia sudah jenuh dan berpikir jika tetap bersama gue hidupnya akan terus belangsak. Gue sadar diri, dia berhak hidup lebih baik. Ditambah lagi, gue merasa mertua gue pun sekarang mulai terkena dampaknya. Mungkin juga berpikir dan menginginkan hal yang sama jika laki gue bersama orang lain bisa saja secara materi akan jauh lebih baik.  Tapi seandainya nasib gue harus begitu, rasanya sangat ironis. Ketika sudah sejauh ini kami melangkah, ketika segala yang pahit sudah kami lewati, ketika Tuhan sudah memberikan kesempatan terakhir untuk kami bersama namun berakhir sia-sia.  Bagi gu

Orang Asing 4

4. Wanita dalam bus2 Orang asing berikutnya yang gue temui adalah sama-sama di dalam bus pas gue balik dari Bandung. Entah suatu kebetulan atau gimana, pertemuan gue yang nggak biasa tersebut selalu terjadi di saat gue bepergian seorang diri. Jika menuju kota kembang gue bertemu dengan wanita berjilbab yang memberikan batangan kayu yang diklaim sebagai obat segala penyakit.  Pas gue kembali ke Jakarta lusa harinya, gue bertemu dengan bentukan wanita yang sebaliknya. Kenapa bagi gue termasuk pertemuan yang luar biasa. Karena ternyata orang ini pengedar narkoba.  Singkat cerita, saat gue pengen ngerokok di smooking area yang terdapat di ujung bagian bus. Gue melihat seorang wanita paruh baya. Sejak awal keberangkatan dia tidak pindah lagi ke jok penumpang, dan dugaan gue benar ternyata dia juga perokok.  Kami duduk berdampingan. Dia yang menyapa duluan karena tidak menyangka kalau gue juga merokok. Tanpa gue cerita panjang lebar, dia bisa menebak jika hidup gue memang sedang berantakan.

Orang Asing3

Orang Asing3 Yang berikutnya adalah  3. Wanita di dalam Bus Orang asing berikutnya yang di luar nalar gue yaitu teman satu perjalanan di bus. Seperti yang sudah-sudah, pertemuannya memang biasa saja namun yang gue rasakan berbeda seolah sudah di atur sedemikan rupa. Karena gue pikir-pikir itu mungkin saja cara Tuhan menggiring gue pada episode baru kehidupan gue lewat pemberian orang tersebut.  Jadi, sewaktu ketika disaat semua badai besar pernikahan gue sudah berlalu. Kan gue bilang kami memasuki episode lain, setelah selesai masalah Mpok gue. Keluarga gue di kampung pun sedang mengalami masa-masa sulit. Dimana cobaan datang bertubi-tubi tanppa jeda.  Setelah itu tidak berselang lama, nyokap gue didiagnosa kanker dan harus dioperasi. Gue sangat sedih karena jauh gue nggak bisa mendampinginya. Jadi, setelah gue dapat kabar jika nyokap gue harus melakukan kemo di salah satu rumah sakit yang ada di Bandung. Gue meminta izin ma laki gue untuk menjenguknya. Karena hati gue nggak tenang.  A

Orang Asing2

Orang asing yang gue temui selanjutnya adalah  2. Seorang Oma Misterius Suatu ketika, sebelum masalah pernikahan gue mengalami titik klimaks. Gue ke tempat Mpok gue mengenakan busway. Gue sedang dalam  mode bodo amat. Persis kek di film spiderman yang si Peternya lagi patah hati dan membiarkan jiwanya bebas tanpa mempedulikan sekitar.  Kalo inget hal itu gue suka mesem-mesem sendiri. Karena penampilan gue jauh lebih muda, rambut gue dicat terang. Gue mengenakan tengtop doang dengan jaket gue taruh di bahu plus pake kacamata item. Lengkap dengan sebatang rokok di tangan. Sampe gue ditegor satpam karena gue lupa menyulutnya masih di kawasan koridor busway padahal agak jauh sih sebenarnya ga deket-deket amat.  Dan jujur aja meski tampilan gue sekilas kek orang slengean, dari dalam gue merasa bebas. Semua beban kek ga terlihat saat gue dalam mode itu. Gue nggak nyolong, gue nggak jual diri, hanya membebaskan gue aja. Jika gue biasanya melampiaskan pada rokok di tengah malam tanpa mau dilih

Orang Asing

Gue pengen berbagi pengalaman hidup gue. Sekaligus untuk mengingatkan diri gue sendiri untuk tetap kuat menghadapi setiap episode kehidupan yang sedang gue hadapi kini.  Gue sengaja membuat tulisan ini mengalir apa adanya yang ada di benak gue. Yang gue rasakan itu yang akan gue sampaikan. Gue bisa saja mengemasnya dalam bentuk cerita bersambung pake dialog, deskripsi dan lain sebagainya. Tapi gue suka kebanyakan mikir dulu, dan entahlah gue hanya ingin mengikuti kata hati gue saja membiarkan apa yang terpendam dan menarasikan seadanya.  Gue ingin bercerita tentang part dimana gue bertemu dengan beberapa orang asing dan malah secara tidak sengaja merangkul gue. Atau mungkin itu cara Tuhan menolong gue. Sekedar mengenang saat-saat kritis hidup gue dulu bahwa Tuhan ada memberikan gue bantuan dari jalan yang tidak gue duga. Maka kali ini gue berharap hal yang sama, meski gue agak pesimis karena posisi gue saat ini lagi jauh sama Tuhan gue, mungkinkah ada keajaiban kembali? Gue nggak tahu,

Ambang Batas 3

Gue mengalami hari yang berat belakangan ini, maksud gue dari setiap hari memang sudah terasa berat. Yang membedakannya hanyalah tekanan yang gue alami terhadap mental gue dari kata berat itu di rate 1-100 persen. Mungkin diatas angka 70.  Yang gue hadapi sekarang urusan uang, tunggakan alias utang atau juga cicilan yang jumlahnya lumayan banyak. Dan setiap kali ada satu yang tembus katakan pecah ke telinga laki gue, setiap saat itu pula tekanan yang gue rasakan mendorong mental gue pada ambang batas yang gue miliki.  Setiap kali dia bertanya untuk apa? Gue selalu tidak bisa menjelaskan dan percuma gue ngomong pun karena dia tidak akan paham dan mau tahu dari sudut pandang gue. Setiap kemarahan yang dia tunjukkan, setiap perkataan yang dia lontarkan seperti anak panah yang menancap ke jantung hati gue paling dalam.  Gue nggak bermaksud mengungkit-ungkit luka lama. Hanya saja hati gue sudah terlalu rapuh. Gue terluka, gue sedih atau meneteskan air mata tapi bukan merujuk pada kegalauan

My Lullaby Part10

Orang bilang, luka akan membuatmu jauh lebih kuat dari sebelumnya. Gue nggak inget entah sudah berapa kali, hati, hidup dan jiwa gue jatuh bangun. Tapi yang jelas gue simpulkan gue yang sekarang terbentuk dari apa yang sudah gue lalui.  1. Gue bukan lagi anak manja, bahkan bukan lagi sosok pribadi yang manja.  Setelah menikah, yang awalnya nempel banget ga bisa jauh dari nyokap, gue jadi jarang ketemu. Memang bertahap dari yang gue selalu harus nelp mereka dua sampai 3 kali dalam sehari. Sering nangis karena kangen. Sampai gue bisa kuat menahan ga komunikasi sama sekali satu bulan, dan nggak ketemu bertahun-tahun terutama saat covid gue bener2 ga pulkam ketemu mereka selama 3 tahun.  Yang gue garis bawahi disini bukan perkara jadi semakin jarang komunikasi/bertemu merekanya. Ruang, jarak dan waktu melatih mental gue untuk terbiasa jauh tanpa mereka. Dan seiring berjalannya waktu pula, keadaan memaksa gue untuk menahan diri tidak terlalu sering berkomunikasi. Karena terus terang saja ha