Independent Woman

Karena ga da jalan lain gue kepaksa relain hp gue. Sebelum ni hp pindah tangan, gue pengen ngetik satu postingan dulu. Sedih pasti, selain rokok cuman hp ini juga yang setia menjaga kewarasan gue. Hari2 gue pasti bakalan gabut. Tapi mo gimana lagi. Meskipun seringkali gue merasa kek orang bego nulis curhatan gue di blog gue sendiri. Yang baca mungkin gue2 juga. Tapi seandainya ada yang kebetulan mampir baca2 blog gue, percayalah dari sekian banyak omong kosong yang gue tulis pasti ada saja kutipan yang bisa diambil hikmahnya. 

Karena gue juga sering banget disadarkan oleh tulisan gue sendiri. Sampe gue mikir, kok gue pernah nulis kek begini yak. Dan itu ngena banget. Jadi, ya gue berharap ada yang bisa mengambil pelajaran dari apa yang gue sampaikan. 

Ketika gue terjun menulis lagi, gue otodidak bikin blog ini. Dulu agak ribet tidak semudah sekarang. Meskipun gue belum bisa rapihin kayak yang profesional. Gue otak atik sendiri bisa munculin iklan satu aja di beranda blog gue ini senengnya bukan maen. Bukan hal besar tapi bagi gue mayan lah. Meskipun dari segi tujuan dan isi tulisan ini makin melenceng dari niat awal. Cuman karena gue butuh media ya gue pake ni blog. 

Teruntuk gue, or siapapun yang kebetulan mampir di blog gue. Khususnya perempuan. Ini warning, karena sedikit banyaknya gue ngalamin jadi gue bisa ngomong kek begini. Bukan sok nasehatin, anggap aja gue pun sedang menasehati diri gue sendiri. Karena saat gue nulis, gue seperti menjelma jadi sosok lain. Kek gue sendiri sering nggak sadar apa yang gue tulis, yang gue rasakan, yang ada dibenak gue ya itu yang membuat jari2 gue bergerak sendiri. 

Gue pengen bahas soal wanita independent. Alias perempuan mandiri. Yang segalanya harus bisa sendiri. 

Nggak peduli sesayang apa laki2/pacar/ suami atau seroyal apa dia ke kita. Jangan menganggap plek itu punya kita. Percaya sama gue, kelak ini akan jadi bumerang. Apapun yang bersifat banda atau uang, jika bukan hasil keringat sendiri sekalipun itu dari pasangan akan 'menistakan' kita pada akhirnya. Tolong jang ditelen mentah2 arti kata nista disini. Seenggak-enggaknya, dan faktanya memang bukan milik kita. Akan ada buntutnya. 

Contoh, laki kalo lagi adem. Keuangan stabil keluar tuh kata2 manisnya. Duh istriku sangat pintar mengelola keuangan, dsb. Coba pas sedang ga da, seroyal2nya laki karena dia merasa sudah bekerja keras dan menghidupi pasti ada saja kata-kata keluhan. Belom kalo misal ada keperluan dari keluarga, dah lah bingung kan. 

Jadi, mo gamau perempuan zaman sekarang memang harus punya penghasilan sendiri. Bagaimana caranya, terserah jalan masing2. Keadaan orang kan beda2. Tapi semua akan lebih mudah jika wanita punya penghasilan sendiri. Kenapa banyak pria yang melarang istrinya bekerja dengan alasan klise harus stay di rumah jaga anak2. Karena mereka tahu, jika wanita punya duit sendiri. Para pria ini ketakutan akan diinjak2 harga dirinya. Karena sejatinya pria ini basicnya seorang pemimpin. Nggak boleh ada yang melebihi singasananya. 

Mereka tahu benar, jika perempuannya punya uang sendiri maka, rasa tunduk dan mangutnya akan berkurang. Mereka takut tidak lagi dianggap senter/ vital. Padahal andai saja cowok tahu rumus seorang wanita, para wanita juga tidak akan melukai harga diri mereka jika diperlakukan dengan baik. Dihargai segala keringatnya. Masak, nyuci, momong anak, beberes rumah apa itu nggak pake tenaga? Dipikir cuman ngucap simsalabim semua beres, kan enggak. 

Belom melayani kebutuhan seksual. Istri itu sudah paket komplit. Tidak digaji pula. Coba dah itung2an, kalo nggak ada istri. Gajinya berapa itu kerjaan istri kalo mo dihitung pake logika perduitan? Lebih2 dari gaji suami kali. Penting kesadaran bahwa apa yang seharusnya diberikan sebagai nafkah tersebut memang layak didaparkan oleh seorang istri. Ketika merasa terbebani, apapun itu bentuk masalahnya. Yang ada makin dijadikan beban. Dicap hanya menyusahkan. 

Ngomong2 soal menyusahkan, gue suka mikir yang nikah udah tahunan pernah nggak bertanya2 kayak gue. Sebenarnya disini siapa yang paling menyusahkan? Pakaian yang nyuci istri, makanan yang masak istri, jagain anak juga istri, ini itu semuanya istri. Sampe perkara ngambil minum juga istri. Sementara istri dipaksa melakukan semuanya sendiri. Sampai-sampai istri zaman sekarang kayak wonder woman, ada ga da suami di rumah sama saja toh yang ngerjain borongan dewekan2 juga. Alasan yang sangat klise jika kaum pria berdalih karena memang sudah jadi tugas dan kewajiban.


Tapi ketika pria dihadapkan dengan persoalan keuangan, kenapa masih ngeluh? Balikin aja, kan sudah kewajiban. Sayangnya, hanya sedikit saja pria yang bisa melihat sudut pandang ini. Membina rumah tangga, itu artinya keduanya harus saling bekerja sama dalam hal apapun. Harus setujuan. Dalam suka dan duka. Dalam fase anteng maupun sedang ada masalah. Wanita ini ibarat cermin, hanya akan memantulkan bayangan yang diterimanya. 


Ketika dihadapkan dengan modelan pria yang tidak mau melihat kehidupan dari sudut pandang wanita. Mo ga mau, wanitalah yang harus menjadi independet entah secara mental, fisik maupun keuangan. 

1. Secara mental 

Semakin berumur usia pernikahan, kewarasan mental akan terus dihajar. Masalah pasti ada saja. Suami-istri adem ayem kek romeo n juliet, masalah datang dari anak. Anak anteng ayem masalah dari keluarga entah dari pihak istri/ suami. Keluarga anteng, dari tetangga. Dan seterusnya. Akan selalu ada cobaannya. Perbedaannya adalah cara menyikapi dan menghadapinya. Salah satu saja yang nggak sinkron, alamat trouble. 

Dan meskipun pernikahannya rukun, terkadang sebagai seorang istripun tidak semua hal bisa dibicarakan dengan pasangannya. Alamat mental kudu siap. Meskipun sampe sekarang mental gue masih dwon, tapi jauh lebih kuat daripada sebelumnya. Contoh, kalo dulu laki gue lagi ngambek, gue pasti didiemin tuh. Dianggap kek tembok dah. Dulu mah gue sedih, nangis, nggak nafsu makan, dan seterusnya. Seiring berjalannya waktu, karena sudah terbiasa dijudesin kalo dia lagi ngambek ya udah jadi b aja. Gue didiemin ya gue diemin balik. Nggak ambil pusing dan membiarkan gue sakit sendiri. Itu artinya tanpa gue sadari mental gue sudah ada peningkatan. 

Jika dulu sering nggak bisa ngerem kalo lagi emosi, nggak bisa cuman ngedumel dalam hati karena gue ingin laki gue tahu isi hati gue. Yang ada sama2 emosi dan malah bertengkar. Saling menyakiti dengan perkataan masing. Kalo sekarang meski masih kepancing, namun nggak terlalu menuruti ritme. Ketika gue merasa kalo gue terusin perkataan gue nggak bakalan mengubah apapun, ya sudah. Gue mingkem. Ngambil rokok, gue lepasin apa yang bergemuruh di dalam dada gue dan menuliskannya entah di aplikasi diary pribadi gue atau di blog ini. Artinya gue sedikit lebih dewasa ketimbang dulu, gue mampu menahan 'kobaran api' agar 'rumah' tidak terbakar. 

2. Fisik 

Awalnya gue pun masih merengek minta tolong laki gue, apalagi basicnya gue anak mamih pan, ga di setting terbiasa kerjaan secara fisik oleh nyokap bokap gue. Dan karena kodrat suami harus bekerja, otomatis ada kalanya seorang wanita dituntut mengerjakan pekerjaan berat. 

Pernikahan itu isinya hanya bekerja. Yang laki nyari duit, yang ceweknya kerja borongan urusan rumah dan segala tetekbengeknya. Dan yang dibutuhkan adalah fisik. Kecuali kalo memang bernasib mujur dinikahin milyader ya tinggal duduk manis saja. 

3. Uang 

Ini bagian paling vital yang ingin gue sorot. Kalo punya uang sendiri, minimal bebas beli apa saja yang kita inginkan tanpa merasa terbebani. Minimal ketika dari pihak keluarga sedang membutuhkan uluran tangan, bisa membantu tanpa dihantui ketakutan. Minimal, saat keuangan sedang terpuruk, tidak sepenuhnya disalahkan apalagi dianggap sebagai beban dan hanya menyusahkan. Banyak dah. 

Gue ngantuk lagi 😅 pala gue juga udah semaput. Tadinya gue mo hapus2in postingan gue disini. Tapi biarin aja lah. Toh jarang ada yang tahu ini. 

Suatu hari gue bakal sambangi blog ini lagi. Semoga keadaan sudah membaik ketika waktu itu tiba. Jujur saja, gue berat banget ngelepas hp gue. Akan jadi malam2 yang panjang nantinya. Seandainya gue boleh berdoa n nyatet disini, gue ingin secepatnya gue bisa menyelesaikan masalah yang sedang gue hadapi dengan tangan gue sendiri. Gue ingin jadi wanita independet, mental gue udah jauh lebih kuat begitu juga fisik gue. Tinggal masalah duit, gue masih belum bisa menjadi 'mesin' penghasil duit seenggak2nya buat diri gue sendiri biar gue nggak dianggap menyusahkan. 

Jujur aja gue begitu dirasuki dendam. Entah bagaimana caranya, gue ingin next gue punya uang sendiri dan ketika itu terjadi gue nggak bakalan nyusahin orang lain lagi. Semoga saja. 


4. Dan yang terakhir puncak dari semua elemen tadi yang membuat seperti perisai adalah iman. 

Untuk point ini, gue nggak mo terlalu bahas. Karena gue belum mampu berkembang. Yang ada dari waktu ke waktu iman gue semakin acakadul. 

Jakarta, 01.55 
Rieut 


Postingan populer dari blog ini

Weekend

Ambang Batas4