Ambang Batas4

Buat yang kebetulan mampir ke blog gue n baca2 postingan disini pasti terkesan hidup gue ini kebanyakan galau. Mo gimana lagi. Ketika gue merasa tidak bisa berbagi dengan orang yang paling dekat dengan gue. Atau orang tua gue bahkan anak2 gue. Maka gue pasti akan mencurahkannya lewat tulisan. 

Itu seperti gue mengrefleksikan isi hati, seolah gue sedang berbicara dengan diri gue sendiri. Karena gue pun sering kali membaca ulang apa yang sudah pernah gue posting disini. Sekedar mengingatkan gue untuk tidak pernah menyerah pada hidup. 

Sebelumnya, gue paling nulisnya di diary pribadi. Mungkin udah kebiasaan dari remaja gue sering mencurahkan isi hati gue lewat tulisan. Kalau jaman dulu kan nulisnya manual di semacam buku harian. Sekarang jauh lebih simple. Ada aplikasinya. Cuman ya gue berharap sedikit atau banyaknya jika gue posting di blog gue, mungkin ada yang bisa mengambil hikmah dari tulisan gue disini. 

Gue tahu, semua orang punya beban masalah masing-masing, mungkin ada yang jauh lebih rumit dari yang gue atau keluarga gue alami. Tapi sekali lagi, setiap orang punya cara tersendiri dalam menghendelnya. Melewati ambang batasnya sendiri. Ada yang hanya cukup berserah tanpa mengatakan pada siapapun. Ada yang lebih plong bercerita pada orang yang dia anggap bisa membuatnya merasa lebih baik, dan banyak lagi pastinya. 

Manusia tetap lah manusia. Gue sepenuhnya setuju, kita hanya perlu bersandar pada Tuhan. Gue pun setuju, seperti adanya sebuah gembok, pasti juga dibuatkan kunci untuk membukanya. Pun begitu juga masalah diciptakan sudah tentu pula sepaket dengan solusinya. Tugas kita adalah mencari. Dan kata mencari disini prosesnya tidak mudah. 

Ketika manusia dihadapkan pada satu persoalan yang tidak mengenakan, sisi humanitasnya akan bereaksi dengan sendirinya. Tergantung kadar keimanan, karakteristik yang dia punya termasuk lingkungan seperti apa yang mengelilinginya. 

Maka, ketika mendapatkan seseorang cenderung 'mengeluh', tolong jangan lebih dahulu menghakiminya. Kita tidak tau persis apa yang sedang dia hadapi. Karena gue juga merasakan sendiri, nggak jarang orang menganggap gue terlalu dramatis. Atau bahkan menghakimi gue. Dan itu cukup membuat mental gue semakin dwon. Meski sadar bahwa berserah itu jauh lebih baik. Namun, manusia tetaplah mahluk sosial yang membutuhkan setidaknya satu orang yang bisa menguatkan dirinya. 

Seseorang disini adalah benar2 yang bisa merangkul plus membantu menyelesaikan masalahnya. Bahkan ketika Tuhan memberikan jalan keluar dari sebuah masalah, pasti melibatkan manusia juga bukan? Nggak ujug-ujug turun dari Arsy, memangnya siapa kita? Bahkan para nabi, wali atau orang-orang soleh dikelililingi oleh sesama manusia juga. Kejauhan dah kan bahasanya. Soal agama gue juga takut salah bicara, karena gue masih banyak dosa. Dan perlu lebih belajar banyak lagi. 

Intinya meski Tuhan memberikan pertolongan, itu pasti lewat pelantara juga bukan? Jika beruntung, mungkin tidak perlu mencari jauh-jauh jika memang orang paling dekat menjadi pelantaranya. Bisa pasangan, bisa orang tua, saudara, atau teman dan sahabat. Atau bahkan orang asing yang tidak dikenal. Kita tidak akan pernah tahu. 

Mungkin ada yang bilang terlalu berlebihan jika seseorang merasa 'sendirian'. Sekali lagi, tolong jangan menghakimi lebih dulu jika ada yang mengeluh hidupnya kek sebatang kara dalam menghadapi persoalannya. 

Sejatinya, gue paham betul. Ketika mengatakan merasa sendiri itu memang mereka mengalami titik nol, ambang batas, atau apapun namanya. Ketika gue bercerita lantas meminta bantuan seseorang, ada yang memang sekedar berempati. Ada yang hanya bisa mensupport dengan doa atau kata-kata motivasi, jikapun ada yang memang kebetulan membantu memberikan solusi yang kongkrit pun tidak akan terus menerus. Amat sangat jarang sekali. 

Jadi, sebelum menghakimi. Sebelum menilai. Pahami dulu dari sudut pandang lain. Apa pernah dengar pepatah mengatakan bahwa orang 'jahat' tercipta dari orang baik yang seringkali terluka? 

Jahat disini artinya luas. Percayalah, kata baik atau jahat. Hitam atau putih tidak bisa dijadikan patokan penilaian atas seseorang. Manusia tetaplah manusia. Sebaik apapun dirinya tidak bisa disamakan dengan malaikat. Pun sebaliknya seburuk apapun dirinya, mereka juga bukanlah syaitan. Dari awal terciptanya saja sudah berbeda. 

Menjadi manusia itu tidaklah mudah. Jika hanya terbentuk dari cahaya sudah tentu tidak mempunyai keinginan untuk berbuat dosa. Dan jika terbentuk dari api, maka kelakuannya pun akan sama seperti mahluk serupa. Manusia tempatnya salah dan lupa. Sepanjang hidupnya, manusia terus bertarung dengan sisi gelapnya. Manusia bukan mahluk individu, tapi mahluk sosial. Jadi paham bukan ketika seseorang merasa sendirian, bukan berarti dia adalah satu-satunya mahluk yang diciptakan. 

Secara sadar, orang tersebut pun tahu. Bahwa dia dikelilingi oleh orang lain. Entah itu anak, pasangan, orang tua, saudara, teman, sahabat, tetangga dan seterusnya. Namun, dia sudah merasa masalah yang dihadapi memang berat karena tidak bisa berbagi dengan orang-orang disekitarnya. Ada yang benar2 mengulurkan tangan, ada yang hanya bisa mendoakan, ada yang hanya bisa berempati. Lebih buruk dari itu, ada yang mencibir, menghina, bahkan menghakimi seakan lupa satu hal bahwa kehidupan juga cara pandangnya tidak bisa disama ratakan. 

Apa yang harus dilakukan? Jika memang dalam posisi bisa membantu, maka bantulah. Sedikit atau banyak sudah pasti akan meringankan beban. Jika hanya bisa mendoakan maka doakanlah. Karena kita tidak tahu lewat doa siapa diijabah, bukan? Jika hanya bisa berempati maka cukup berikan support dan kuatkan bahwa dia tidak sendirian. 

Yang salah adalah, ketika mengabaikan. Mencibir, menghakimi. Siapa tahu kelak atau lusa kita ada di posisinya? Tidak ada yang bisa menebak masa depan. 

Dan itupun yang seringkali gue rasakan. Ketika gue lebih sering dicecar, disalahkan, dihakimi bahka dijauhi. Sisi humanitas gue pun bangkit. Udah jatuh,tertimpa tangga, tertimpa reruntuhan pula. Dan tidak ada yang mengulurkan tangan. Sekalipun ada tidak ada yang terus menerus ada, atau lebih buruk dari itu. 

Hidup harus terus berjalan, dan setiap manusia punya cara tersendiri untuk beradaptasi bahkan berevolusi. Ketika kesehatan psikis stabil, yang lain pun ikut membaik. Itu sih yang gue rasakan. 

Postingan populer dari blog ini

Independent Woman

Weekend