Orang Asing2

Orang asing yang gue temui selanjutnya adalah 

2. Seorang Oma Misterius

Suatu ketika, sebelum masalah pernikahan gue mengalami titik klimaks. Gue ke tempat Mpok gue mengenakan busway. Gue sedang dalam  mode bodo amat. Persis kek di film spiderman yang si Peternya lagi patah hati dan membiarkan jiwanya bebas tanpa mempedulikan sekitar. 

Kalo inget hal itu gue suka mesem-mesem sendiri. Karena penampilan gue jauh lebih muda, rambut gue dicat terang. Gue mengenakan tengtop doang dengan jaket gue taruh di bahu plus pake kacamata item. Lengkap dengan sebatang rokok di tangan. Sampe gue ditegor satpam karena gue lupa menyulutnya masih di kawasan koridor busway padahal agak jauh sih sebenarnya ga deket-deket amat. 

Dan jujur aja meski tampilan gue sekilas kek orang slengean, dari dalam gue merasa bebas. Semua beban kek ga terlihat saat gue dalam mode itu. Gue nggak nyolong, gue nggak jual diri, hanya membebaskan gue aja. Jika gue biasanya melampiaskan pada rokok di tengah malam tanpa mau dilihat orang, tapi saat itu gue yang udah masa bodo amat bisa merokok di depan umum dengan cuek bebek aja. Tapi ya, gue pernah ada di fase edan itu.. 

But, yang ingin gue ceritain disini adalah momen ketika gue bertemu seseoang yang lagi-lagi asing baru gue kenal tapi gue merasa lewat orang itu Tuhan sedang ikut serta merangkul gue. 

Saat hendak memasuki busway, orang-orang berdesakan. Gue lihat persis di depan gue ada seorang wanita yang sudah berumur membawa barang yang cukup berat di kedua tangannya. Gue lihat sekitar tidak ada yang mempedulikannya, gue nunggu kali aja seorang perempuan muda disampingnya membantu karena gue lihat dia mengenakan hijab. Tapi wanita tersebut berlalu begitu saja. 

Karena tidak banyak waktu untuk masuk ke dalam busway tersebut, gue langsung menawarkan diri untuk membawa barang bawaan nenek tersebut. Meski. Sempat menolak akhirnya dia mengangguk. Dan kami pun duduk bersebelahan. 

Nenek itu tersenyum ramah, mengucapkan terimakasih. Kata gue tidak masalah itu bukan apa-apa. Lantas kami ngobrol ngaler ngidul ternyata satu arah. Dipertengahan perbincangan kami secara tiba-tiba Oma tersebut bilang kek gini ke gue. 

Katanya dia tahu apa yang sedang gue rasakan, gue sedang menyimpan begitu banyak beban di balik senyum yang gue perlihatkan di luar. Ya jelas saja, gue hanya tersenyum. Kata Oma itu, sebenarnya dulu dia suka meramal seseorang. Tetapi sudah lama tidak pernah lagi menggunakan 'penglihatannya'. 

Bukan itu saja. Oma tersebut juga berkata jika sekarang laki gue sedang dibakar cemburu. Dan jika gue tidak bisa menahan diri, maka sampai kapanpun gue akan terus memaksakan diri menolong keluarga gue karena gue paling tidak bisa melihat orang tua dan sodara-sodara gue kesusahan. Karena hal itu pula, keluarga gue jadi terlalu mengandalkan gue. Ya kata gue memang sudah seharusnya gue menolong karena mereka punya siapa lagi?

Kemudian oma terebut bilang, jika gue harus bisa memilah karena jika terlalu memaksakan nanti gue sendiri yang bakal susah sendiri. . Tapi gue nggak pernah menyesal, karena posisi gue saat itu berpikir kalo suatu saat nanti gue yang susah maka siapa lagi kalo bukan keluarga gue yang merangkul gue bukan? Si oma berkata jika dia hanya mengingatkan saja, karena nanti disaat gue susah keluarga gue satupu nggak bakalan pernah bisa menolong gue. 

Ternyata ucapan si Oma ini  terbukti satu tahun kemudian. Ketika gue habis-habisan ada di barisan terdepan membantu Mpok gue. Dan gue masih terngiang-ngiang saat mengingat perkataan Oma itu, karena di masa sekarang ini disaat gue yang sedang ada di titik terbawah keluarga gue tidak bisa berbuat apa-apa. Jika pun mereka peduli dan gue tahu hal itu, namun keadaan mereka memang tidak pernah bisa membantu gue terlebih urusannya uang. 

Balik lagi ke cerita si Oma tadi ...

Pada awalnya gue hanya menanggapinya biasa saja. Gue pun tidak terlalu mempercayai sebuah ramalan atau semacamnya. Tapi mendengar apa yang Oma tersebut sampaikan tanpa gue menceritakan apa yang gue hadapi seketika hanya terdiam. 

Katanya tidak usah heran kenapa dia bisa tahu. Karena dia sendiri tiba-tiba saja mendapatkan kembali 'penglihatannya' yang tidak biasa itu ketika melihat gue. 

Karena kami searah dan duduk berdampingan, pembicaraan kami semakin melebar. Akhirnya gue mengakui jika pada saat ini gue sedang dalam perjalanan ke tempat Mpok gue untuk menolongnya. Dan memang benar saat itu laki gue sedang dibakar cemburu karena gue sedang dalam posisi 'melawan'. Gue benar-benar membalas semua sikap laki gue.

Gue pun merubah penampilan gue jauh lebih muda dan ceria tidak menunjukkan kesedihan. Dan itu cukup membuat laki gue saat itu terbakar cemburu. 

Jika dia acuh, gue juga acuh. Jika laki gue pergi, gue pun pergi ke luar sekedar mampir ke tempat seorang teman untuk ngadem. Tar balik-balik jam 11 malam. Tau gue juga heran kenapa bisa gue pernah ada di mode edan begitu, seakan tidak ada rasa takut sama sekali ketika gue balik mengendarai motor padahal jalanan udah sepi dan gue ada di Jakarta. 

Pernah sih ada satu kejadian, gue pulang larut bawa motor dan ada yang ikutin gue dari belakang. Biasalah godain dikiranya gue masih gadis kali, anehnya gue nggak takut sama sekali. Saat pria yang ada di motor tersebut menawarkan diri mengawal gue karena hari sudah malam. Dengan santuy tapi gue juga waspada, gue jawab terima kasih tidak perlu repot-repot karena tujuan gue sudah dekat. 

Tapi, orang itu tetap mengikuti entah mungkin memang niatnya tulus karena melihat gue wanita bawa motor dewekan, udah larut. Atau mungkin saja sebaliknya mengingat gue sedang di Jakarta dan tidak bisa menebak apa maunya orang tersebut sebenarnya. 

Gue belok ke jalanan yang agak terang, dan masih ada beberapa pedangang di trotoar. Dan gue lihat lewat kaca spion, pria tadi tidak mengikuti gue lagi. 

Balik ke cerita si oma ...

Selanjutnya Oma tersebut menanyakan apa agama gue, ya gue jawab aja gue muslim. Oma itu tersenyum, tidak masalah karena semua agama mengajarkan kebaikan. Dan ternyata dia menganut konghucu masih ada keturunan cina. Dia membagikan pengalamannya, bahwa sebenarnya dia orang berada. Kata gue kenapa masih repot-repot berjualan keliling, karena ternyata barang yang dia bawa tersebut dagangannya berupa makanan ringan yang dia buat sendiri. 

Kata Oma itu, karena dia sudah terbiasa melakukannya. Dan dia hanya mencoba menikmati hidupnya. Tidak bisa hanya berdiam di rumah tanpa melakukan apa-apa. Sejak berpisah dengan suaminya dahulu dia banting setir berjuang sendiri dengan berjualan keliling. Gue semakin tertarik dengan perbincangan itu saat Oma tersebut bilang jika dulu suaminya selingkuh. Namun dengan tegas, Oma itu bilang bahwa dia memilih berpisah dan akhirnya hidup mandiri bersama satu anaknya. 

Dia tidak mau memberi kesempatan karena katanya jika seorang pria sudah berkhianat, akan terus berkhianat. Jadi untuk apa dia membuang waktu, Tuhan tetap memberikan dia dan anaknya rezeki bahkan bisa sampai membeli rumah dan mobil sendiri di kampungnya. 

Waw, itu seperti sebuah tamparan yang cukup telak buat gue. Karena secara tidak langsung gue bertemu dengan wanita yang pernah mengalami masalah yang sama dengan gue. Namun perbedaannya gue tidak seberani si Oma mengambil keputusan sebesar itu. 

Diakhir pertemuan kami, karena sudah hampir dekat ke tempat tujuan. Oma itu bilang, jika laki gue nggak bakalan pernah melepaskan gue. Karena pada dasarnya laki gue mencintai gue. Hanya saja hatinya sedang teralihkan oleh wanita lain, hingga laki gue tidak menyadari perasaannya sendiri. Gue hanya perlu membebaskan beban yang menumpuk dari dalam, karena itulah yang menyebabkan jalan gue untuk bahagia jadi tertutup. 

Intinya, oma ini berjumpa seakan dikirimkan Tuhan agar membuka mata hati gue. Memberikan kekuatan pada gue, untuk terus berjuang tidak menyerah. Saat hendak turun, oma ini sempat memberikan gue nomor kontaknya. Kapanpun gue sedang kesulitan telponlah dia. Dia akan selalu ada buat gue dan bersedia menganggap gue sebagai anaknya sendiri. Kalau perlu katanya gue boleh ikut ke kampungnya, juga jika gue ingin dia bisa mengajak gue pergi ke Singapura untuk melihat kerabatnya. 

Sayangnya, di suatu waktu hp gue ngeheng. Nomor kontak Oma itu ikut terhapus. Namun, gue bersyukur karena di tengah-tengah keterpurukan gue saat itu Tuhan masih menunjukkan kemurahhatianNya bahwa gue tidak sendirian. 

Dan dari ketiga ucapan yang si Oma ramalkan atau dia sampaikan ke gue di tengah perjalanan tersebut, ternyata terbukti semua. Ya gue nggak tahu itu sebuah kebetulan atau memang dia adalah salah satu orang yang punya kelebihan untuk 'melihat' katakan mungkin si oma itu indigo. Ya gue nggak tahu. Yang jelas kata oma tersebut tentang gue di penglihatannya

1. Si Oma sudah memperingatkan gue jika gue tidak bisa memilah, terus membantu keluarga gue tanpa mempedulikan diri sendiri maka suatu saat gue yang bakal susah sendiri. Dan ketika gue yang sedang susah sebaliknya satupun dari keluarga gue tidak ada yang bisa menolong gue. 

Itu terjawab beberapa tahun setelahnya, karena gue harus akui saat gue habis-habisan menolong Mpok gue keuangan gue setelahnya merosot tajam. Karena sesuatu hal terjadi tidak terduga saat pemuda yang menghamili mpok gue yang tadinya sudah sepakat akan menikahi mpok gue di Jakarta tapi malah menghilang dan lagi-lagi melepaskan tanggung jawabnya. 

Gue yang saat itu tidak ingin masalah Mpok gue tembus ke kampung, ke orang tua gue. Karena pasti orang tua gue bakal jadi bulan-bulanan cemoohan warga sekitar lagi dan gue nggak bisa membiarkan semua itu terjadi. Ditambah Mpok gue juga memang tidak mau nasibnya terulang kembali seperti dulu. Maka gue sepakat akan terus mendampingi Mpok gue tinggal di Jakarta sampai anaknya lahir dan hidup mandiri. 

Namun seiring berjalannya waktu. Gue kehabisan duit untuk terus membantu Mpok gue. Dengan berat hati akhirnya gue menyerah dan menyampaikan pada orang tua gue tentang apa yang terjadi. Mereka tentu saja sedih, kecewa dan tidak menyangka akan mengalami dejavu. Dan selanjutnya apa yang gue takutkan terjadi ketika Mpok gue terpaksa harus pulang dalam kondisi hamil besar. Sedih dah kalo gue inget2 masa itu. 

Gue nggak punya pilihan dan masa gue diam saja melihat Mpok gue. Gue tidak bisa membiarkannya menghadapi keterpurukannya seorang diri. 

2. Laki gue bagaimanapun tidak akan melepaskan gue karena sebenarnya dia juga mencintai gue. 

Ini juga terbukti satu tahun kemudian pasca gue bertemu dengan si Oma yaktu ketika masalah kami memasuki klimaks hampir berpisah. Namun kek yang udah pernah gue bahas sebelumnya, tiba-tiba saja Tuhan membuat laki gue kembali dari 'amnesianya'. 

Gue masih inget saat laki gue hampir seharian meneteskan air mata, meminta maaf, dan berkata ma gue andai bisa ditukar dengan nyawa dia ingin kami tetap bersama. Keajaiban pun terjadi dan kami masih bersama. Padahal saat itu gue udah pesimis dan siap merelakan menjadi janda karena hampir saja ketok palu. Itu juga sekaligus mengiyakan jika sebenarnya laki gue pun masih mencintai gue tanpa dia sadari sebelumnya. Karena pada saat itu efek dari perempuan lain yang sedang bersamanya membuat laki gue jadi orang asing. 

Sikapnya acuh, dingin, sensi, dan seterusnya. Bahkan gue udah pasrah dan menganggap laki gue udah nggak cinta lagi ma gue. Namun tiba-tiba saja semua berubah dalam sekejap dan suami gue kembali lagi pada gue seperti sedia kala. 

3. Dan yang terakhir si oma bilang jika gue akan hidup bahagia jika gue bisa membebaskan diri dari beban yang membenggu jiwa. 

Yang gue tangkep adalah jika gue ingin hidup gue bahagia dan lebih baik. Maka gue harus bisa membuang semua beban gue. Gue harus membebaskan jiwa gue. Namun kalimat itu masih harus gue cerna baik-baik karena kata 'membebaskan diri dari belenggu' itu cangkupannya pasti jauh lebih dari sekedar kata-kata. 

Nah, untuk yang satu ini gue masih belum mendapatkan jawaban yang tepat. Dan belum terbukti nyata dalam jangka waktu yang lama. Masih berupa teka-teki yang belum bisa gue pecahkan sampai sekarang. 

Gue nggak pernah bertemu kembali dengan Oma tersebut. Dan memang mungkin sudah jalannya nomor kontak dia juga harus hilang. 

Tapi tetap saja, itu bagi gue termasuk kejadian tidak biasa di luar nalar gue. Karena ucapannya kenapa bisa tepat seakan Tuhan memang sudah memberi semacam sinyal atau petunjuk lewat oma tersebut. Tentang suatu saat nanti gue yang akan susah sendiri namun ironisnya satupun dari keluarga gue tidak ada yang bisa membantu gue. 

Dan tentang laki gue yang tidak akan melepaskan gue, padahal situasinya saat itu sedang genting-gentingnya. Hanya berapa persen kemungkinan kami masih bisa bersama. Namun diluar dugaan dalam satu kedipan mata Tuhan mengembalikan laki gue sepenuhnya sama gue. Bagi gue itu keajaiban. 

Dan tentang perkataan terakhir masih tanda tanya besar, arti kebebasan itu sangat luas. Jika maksud si Oma adalah gue berpisah maka itu bertentantan dengan perkataan si oma yang bilang jika laki gue nggak bakalan melepaskan gue karena pada dasarnya laki gue pun mencintai gue. Dan, gue sendiri tidak begitu yakin karena jika gue berpisah anak-anak gue yang akan jadi korban. Sementara kebahagiaan buat gue adalah melihat anak-anak gue bahagia. 

Jika maknanya kebebasan itu jiwa gue yang bebas, maka bagaimana caranya? Bahkan sampai saat ini hidup gue yang ada semakin banyak tekanannya. Mungkin bisa jadi kebebasan itu adalah ketika semua masalah gue benar-benar kelar sampai ke akar-akarnya. Itupun masih jadi pe er berat yang harus gue cari jalan keluarnya. 


Postingan populer dari blog ini

Independent Woman

Weekend

Ambang Batas4