Ketika Tuhan (sengaja) Menyingkirkan Semua Mahluk Dari Hati Gue

"Jangan bersedih jika merasa dijauhi oleh orang-orang yang ada di sekitarmu. Kenapa? Karena Tuhan sengaja menyingkirkan semua mahluk dari hatimu, agar hanya Dia saja yang menempatinya."

Kurang lebih begitu isi yang gue baca saat gue scroll beranda Ig gue. Niat hati ngehibur diri lihatin Ayang2 gue, ya bukan cuman Jungkook. Tapi semua member BTS sekarang udah gue anggap jadi ayang-ayang gue 😅. 

Gue seringkali mengalihkan otak n hati gue yang udah semaput mikirin beban idup dengan nontonin mereka. Gue yakin, para army akan lupa sekejap tentang masalah yang sedang dihadapi jika sudah scroll Bangtan. 

Back to soal kutipan gue di atas, lagi sik-asik nyengir lihat Yongi dan yang lainnya tiba-tiba ae nyempil kata-kata tersebut yang sukses bikin mata gue yang tadinya nangis ketawa karena kekocakan Bangtan jadi meringis bcoz kalimatnya monohok. Apa iya? Apa iya Alloh memang sengaja ingin mengosongkan hati gue dari semua mahluk agar hanya Dia saja yang menempatinya. Gue siapa? Gue kan masih banyak dosa, bahkan sekarang gue pun ngerasa hati gue makin gelap gulita.

Ibarat di anime Naruto, gue kayaknya lebih masuk ke klan Uchiha. Dimana saat luka dan trauma akan rasa sakit menghajar mental gue habis-habisan maka sharingan gue aktif. Gue serius. Dan ketika itu terjadi hanya ada dua kemungkinan, kekuatan itu bangkit di jalan lurus atau sebaliknya. Gue lebih suka menyebutnya jalan abu, karena yang gue lihat dari hidup ini emang nggak ada yang benar-benar putih atau benar-benar hitam. 

Gue belajar dari pengalaman karena nggak serta merta gue bisa melihat dan menilai orang dari warna luar yang mereka kenakan. Orang lain banyak yang nggak percaya kalau gue punya beban yang banyak. 

Gue berlari terlalu jauh ampe nggak inget jalan pulang. Sejujurnya, dari sekian solusi yang terbesit di benak gue, hati kecil gue juga mengatakan jika kalimat yang sempat mampir di beranda Ig gue itu benar adanya. Mo lari kemana lagi semua jalan yang gue ambil udah mentok! Mo minta tulung ma sapa lagi, kedua orang tua gue jauh, mereka peduli pun keadaannya jauh lebih susah dan pelik dari gue. Temen-temen gue yang masih baik juga nggak mungkin terus menerus bantuin gue, mereka pun punya masalah dan kehidupan sendiri. Anak gue yang pertama, masih remaja bahkan cukup sensitif terhadap masalah intern yang membuat gue harus terlihat sok kuat dan baik-baik saja. Anak gue yang kecil masih bocil. 

Suami? Gue udah terlalu banyak nyusahin dia. Seringkali gue merasa sebatang kara, bukan menampik keberadaan mereka. Tapi karena gue terpaksa dan dipaksa keadaan untuk bisa menghadapi masalah gue sendiri. Otak gue semaput, kadang gue pengen akhiri aja idup tapi dosa gue masih bejibun dan anak-anak gue masih membutuhkan gue.  Begitu juga sebenarnya gue masih ingin berlama-lama, sebagai esseorang yang masih berjiwa penulis gue juga ga mau ending gue sad. 

Apa ini waktunya gue hijrah? Mendengar kata itu saja, gue masih trauma. Gue bukanya meragukan kebesaran Tuhan, justru sebaliknya gue yang nggak yakin sama diri gue sendiri. Terakhir kali gue memutuskan untuk berhijrah, cobaaannya buseeeet dah. Itu episode yang panjang harus gue lalui, meskipun pada akhirnya gue bisa mengambil hikmah bahkan gue juga dikasih hadiah atas kesabaran gue ketika itu. Tapi gue belajar satu hal, urusan ibadah niatnya lillah. Gue nggak mau terulang lagi, ketika gue nggak kuat dan malah berbalik arah. 

Gue paham betul, orang-orang yang dekat dengan Tuhan pasti ujiannya makin berat. Begini aja gue udah hampir menyerah. Lalu apa nanti yang akan terjadi, cobaan yang seperti apa lagi? 

Gue tahu, hidup ga lepas dari cobaan. Ini hanya soal pilihan. Gue tahu dan mengerti sekarang alur/plot dalam kehidupan gue keknya udah disetting penuh halangan. Bukan tanpa sebab gue bilang seperti ini, karena gue juga seorang pemikir dan suka mencermati sekitar. Termasuk alur hidup diri gue sendiri. Sampai detik ini pun gue masih mencari celah, gimana caranya agar gue bisa berdamai dengan kenyataan. Sekaligus mengakali kalo pun pas gue harus nyungseb ga ancur2 amat. 

Karena alur hidup gue itu mo di gimanain juga begitu. Naek turunnya nggak kira-kira. Saking seringnya terjadi, gue kek bisa nebak endingnya setelah naek pasti langsung turun. Saat gue udah nyungseb, tiba-tiba muncul solusi. Tapi nggak bertahan lama, itupun banyak nggak hokinya selalu aja rintangannya. Mau iman gue lagi nanjak atau gue lagi hilang arah, tetep aja begitu-begitu juga. Dari itu gue mulai sadar dan belajar menerima kalau jalan idup gue memang disetting nggak mudah. Ini benar-benar soal pilihan. Gue mo berada di jalan yang mana. 

Entahlah, gue masih belum yakin sama diri gue sendiri. Gue hanya takut gue ga kuat dan menyalahkan kodrat yang udah digariskan ke gue. Karena artinya apa yang gue jalani gue harus ikhlas, nggak lagi mengeluh. Mo pait mo manis, mo gimana yang gue hadapi ya harus sabar. Dan gue masih nggak bisa naklukin diri gue sendiri. 

Terlepas dari apapun itu, gue harap akan ada moment dimana gue benar-benar siap. Meskipun jujur aja, sebenarnya gue pun takut. Ya, gue takut terlalu lama mengambil keputusan, karena soal usia seseorang nggak ada yang bisa ditawar. 


Postingan populer dari blog ini

Independent Woman

Weekend

Ambang Batas4