My Lullaby Part2

Saking dramatisnya alur hidup gue dan keluarga gue, sering kepikiran untuk gue jadikan novel meski resikonya mayan riskan. Karena orang yang kenal sama nama pena gue pasti akan tahu semuanya. Bcoz biar gimanapun yang akan gue sampaikan ini masalah internal keluarga. Kalo yang iba dan tersentuh, meski nggak bisa bantu minimal mungkin mereka ikut mendoakan agar segala permasalahan yang gue dan keluarga hadapi cepat selesai. Karena kita nggak tahu dari siapa doa kita akan terkabul, right? Kalau malah nyinyir gimana? 

Gue gemes aja, selain ingin mencurahkan segalanya lewat tulisan. Gue hanya ingin mengangkat perjuangan dari setiap karakter. Karena biasanya dari satu keluarga itu masalah hanya datang kepada seseorang saja. Dan pasti saja ada satu orang yang mengangkat derajat, katakan yang paling beruntung hingga bisa merangkul semuanya. 

Tapi tidak dengan keluarga gue. Baik bokap,
Nyokap, kakak perempuan gue, kakak laki-laki gue termasuk gue sendiri dihadapkan dengan persoalan yang tidak mudah. Masing-masing punya alur hidup yang pelik dan nggak biasa. 

Bokap gue, harus dihadapkan dengan tekanan ekonomi dan masalah anak2nya yang tak kunjung usai. Gue suka nyesek sendiri kalau inget ketika masih ada orang tua yang tidak terlalu mengutamakan pendidikan, tapi bokap gue menyekolahkan ketiga anaknya sampai SMA. 

Gue sempet di prediksi bakal jadi satu orang yang berhasil merangkul semuanya. Gue inget kata-kata Abang gue, begitu juga Mpok gue. Mereka bilang kayaknya Si Bontot yang bakalan sukses di masa depan. Mungkin mereka lihat nilai akademis gue di atas mereka ketika gue sekolah, entahlah. 

Kenyataanya tidak ada satupun dari ketiganya yang bisa 'membalas' jasa bokap nyokap gue. Bahkan, semuanya memiliki alur hidup pelik yang cukup bikin bokap gue meradang. Sampai bokap gue pernah bilang, ketika mendengar para tetangga bercerita dikasih ini itu sama anak-anaknya, bokap gue hanya berharap meski anak-anaknya nggak bisa ngasih apa-apa tidak masalah asal jangan nambahin pusing. 

Gue paham, di usia yang sudah senja bokap gue hanya ingin menikmati masa pensiunnya. Tanpa harus ikut menanggung beban persoalan dari anak-anaknya. Bokap gue kelahiran 1952, jadi usianya sekarang udah mayan sepuh. Sama kek gue, bokap juga punya migren menahun. Perbedaannya kalau bokap nggak terlalu banyak ngonsumsi obat, dan memang yang gue baca migren akan sembuh dengan sendirinya 1-3 hari. Sampai muntah-muntah dan diikat juga kepalanya sama kek gue kalo pas migren kumat. 

Tapi gue nggak bisa nunggu selama itu, apa jadinya kalau gue cuman bisa tiduran selama tiga harian nunggu migren gue sembuh sendiri. Jadi, gue nyetok bodr*x untuk mempercepat kesembuhan gue. Paling banter gue harus tidur minimal 2 sampai 4 jaman tanpa ada gangguan. Kalau berasanya malam ya sekalian istirahat jam tidur, yang repot kalau kumatnya pagi, siang sore. Beuh dah, gue mah udah ngalamin banyak rasa sakit luar dalem, bahkan pernah hampir semuanya berbarengan. Ya migren, ya pas gigi gue sakit, pun hati 😅 tripple kill dah. Rasanya ga bisa dilukiskan dengan kata-kata. 

Dahlah, back to bokap gue ...

Itu juga yang membuat gue berjuang habis-habisan untuk mempertahankan pernikahan gue bagaimanapun caranya dan apapun bentuknya. Selama laki gue nggak 'mendepak' gue dari kehidupannya, selama nafas ini masih ada. Gue akan bertahan, setidaknya untuk anak-anak gue. 

Gue pernah berkata ma laki gue, andaikata dia bosan hidup ma gue karena nggak ada perubahan yang berarti. Mungkin dengan orang lain dia bisa kaya raya. Mungkin yang lain sehat jasmani rohani ga sakitan kek gue, mungkin ma yang lain bisa ngatur keuangan menabung dan jago dagangnya. Dia bebas memilih, gue pun harus siap dengan segala kemungkinan. Meski badai besar sudah berlalu. Tapi masalah masih terus menerjang bahtera pernikahan gue.

Dan andai laki gue udah menyerah, gue mah cuman minta satu syarat tolong cariin kontrakan yang deket dia. Sampai gue punya kerjaan atau gue punya bekingan 😅 Gue nggak bakalan pulang kampung n malah nambahin beban orang tua gue. Dan gue nggak rela ntar anak-anak jadi korbannya. Karena gue melihat sendiri gimana ponakan-ponakan gue ketika kakak gue berpisah. Meski masih menjalin silaturahmi tetap beda. Yang diinginkan anak-anak hanya keutuhan keluarganya. 

Tapi, laki gue malah bilang ngomong apaan sih nggak jelas katanya 😅, intinya meski gue tahu dia lelah. Dia masih mertahanin gue. Ya, gue nggak tahu sampai kapan. Gue hanya berharap, ada keajaiban yang bisa menolong gue mengatasi masalah gue dengan tangan gue sendiri kalo bisa, pokoknya tau2 beres. Mo gimana kek caranya. 

Dulu sekali, pas punya anak pertama gue ketakutan anak gue nggak sayang ma gue. Jadi, gue terlalu over protektif pokoknya anak gue harus sayang n bela ma emaknya. Lha gue punya siapa kalau ada apa-apa kalau bukan anak gue. Tapi, sekarang sebaliknya. Baik yang gede maupun yang kecil gue dekatkan semua ma bapaknya juga keluarga bapaknya. Selain karena keluarga gue jauh, gue sadar apa yang bisa gue n keluarga berikan untuk mereka. Karena hidup nggak cukup makan cinta dan kasih sayang. 

Satu hal lagi, entah suatu hari nanti ketika gue dianggap 'bad', nggak becus jadi ibu/istri/mantu, nggak bisa sesuai dengan apa yang diharapkan, nggak bisa ngatur keuangan, dst. Semoga ada satu hal yang tidak akan dilupakan, bahwa gue sudah memberi dua jagoan yang mereka sayang. Nggak masalah jika suatu hari nanti anak-anak gue lebih sayang ma bapaknya. Justru untuk yang satu ini gue berdoa sepenuh hati semoga anak-anak gue jadi penenang jiwa bapaknya. 

Balik lagi bahas bokap gue 😅, serah gue lah. Blog-blog gue kok 🤣

Lanjuut ...
Gue pernah berkata ma bokap gue, meskipun nanti dia sudah mulai pikun. Pas gue pulkam nanya ini siapa? Gue berharap beliau masih diberikan usia panjang, gue pengen melihat bokap gue bahagia. Dan entah kapan gue bisa membantu meringankan bebannya, menolong diri sendiri saja gue susah. 

Selain masalah anak, ekonomi, kesabaran bokap gue juga diuji pas nyokap gue didiagnosis kanker p***dara. Harus operasi, kemo, dan bolak-balik ke Bandung. Tak hanya itu, di masa-masa pensiunnya juga bokap gue harus menerima kenyataan pahit kalo Mpok gue beserta anak-anaknya bernasib malang karena ditelantarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Harus menelan cemoohan warga sekitar, dari yang tadinya disegani. Tapi yang gue salut, bokap gue menjalani itu dengan tabah dan tetap rajin beribadah. Diapun sosok yang rela melakukan apa saja, mengabaikan ego dan gengsinya untuk memastikan keluarganya tetap makan. 

Kok gue sedih ya 😣, semoga bokap gue selalu sehat dan tabah. Nggak ada yang bisa gue lakukan karena hidup gue juga sedang pelik. Gue hanya bisa merindukan dan mendoakan dari jauh. 

Lanjut part 3 


Postingan populer dari blog ini

Independent Woman

Weekend

Ambang Batas4