Titik Nol

Saat ini, gue masih menunggu ending dari episode atau mungkin fase berat yang sedang gue lalui. Saat gue merasa ya udahlah gue nyerah, karena udah nggak ada lagi yang bisa gue perbuat. Pada akhirnya, gue mulai mengikuti arus deras yang membawa gue entah kemana. Itu yang gue rasakan sekarang. 

Saat gue merasa keknya gue nggak kuat, tapi gue mencoba tetap menjalani setiap hari yang gue lalui. Gue nggak luat lagi tanggal atau hari, yang gue nantikan saat gue tidur gue berharap gue bermimpi indah melupakan sejenak segala beban yang gue alami seharian. 

Besoknya gue kebangun dengan rutinitas dan masalah yang sama. Boring, jenuh, bosan bahkan muak. Sampai kapan gue begini? Sebagai penulis, yang biasanya gue bikin alur pada setiap karakter yang gue buat. Sudah tentu, penulis skenario terbaik ya Tuhan sendiri. 

Setiap jiwa memiliki kekuatan tersendiri, tidak satupun yang luput. Entah mereka sadar atau tidak. Yang bisa gue lakukan untuk mencoba bangkit ya dengan mengingat-ingat bahwa gue bisa ada di titik ini pun karena sudah melalui banyak hal. 

Dari sekian perasaan tidak enak, yang membuat sedih adalah pengabaian. Ketika gue merasa diabaikan, terlebih oleh orang yang saat ini seharusnya menjadi pertama yang mensupport gue bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun. Itu rasanya kek gue bertanya-tanya, seberapa pentingkah gue untuknya? 

Tapi gue nggak bisa memaksakan kehendak gue. Jadi, gue mencoba berdamai saja dengan kenyataan. Entah akan seperti apa, hidup harus terus berjalan bukan? Saat gue merasa semangat hidup sudah mulai pudar, lagi dan lagi gue diingatkan bahwa ada dua kehidupan yang baru dimulai. 

Gimanapun anak-anak gue baru memulai menapak kehidupan mereka. Dan, gue enyahkan dahulu segala beban di pundak gue. Gue harus tetap kuat demi mendampingi mereka tumbuh. Gue mencoba tetap tersenyum di hadapan mereka. 

Hidup tetap berjalan tak peduli bagaimana masalah yang gue hadapi, hidup tetap berjalan. Untuk meringankan beban yang gue rasakan, gue coba memotongnya menjadi serpihan-serpihan kecil. Dan ujung-ujungnya gue sampai di tarikan nafas panjang kala gue berbaring menantikan sebuah mimpi dalam bentuk apapun itu. 

Mengulang dan terus mengulang, saat gue hendak memejamkan mata gue berkata pada diri sendiri, "Cukup untuk hari ini, waktunya gue tidur." 


Postingan populer dari blog ini

Independent Woman

Weekend

Ambang Batas4