My Lullaby
Macam-macam 'nyanyian' penghantar tidur gue
Saat awal-awal gue nikah, kek pasangan manten baru pada umumnya hidup gue berjalan dengan sangat normal. Gue bener-bener ngerintis dari nol ama laki gue. Hanya bermodalkan cinta dan sama-sama bucin, gue dan dia mencoba melabuhkan bahtera bersama.
Usia gue kala itu baru 20 tahun, dan laki gue 23 tahun. Cukup muda, baik untuk gue maupun dia yang memutuskan untuk menikah. Tapi kami sama-sama optimis. Walau memulai dari zero, hp pun nggak punya.
Akhir tahun 2005 gue memutuskan untuk ikut paman gue ke Jakarta. Meski gue anak manja, tapi jiwa petualang gue mayan besar. Gue ngerasa terbebani dengan masa depan kalo gue nggak bisa langsung kuliah ya minimal gue nyari kerjaan lantas kuliah sambil kerja.
Takdir mempertemukan gue dengan dia. Sempat ngalamin LDR karena gue akhirnya balik lagi ke kampung. Boro-boro dapat kerjaan. Di Jakarta ternyata jauh lebih susah karena harus bikin segala macam, surat domisili, dan lain sebagainya. Sempet pengen ke Bandung, mencoba mencari keberuntungan di kampung halaman nyokap gue. Tapi tiba-tiba pas gue telpnan ma ayang <di wartel saat itu karena nggak punya hp, dan hp pun masih zaman2 nokia jadul>, gue dikejutkan dengan kalimat yang dia sampaikan.
Katanya niat dia ingin tunangan dulu ma gue ga jadi. Gue pikir dia bakal mutusin hubungan ma gue. Ternyata sebaliknya, kata nyokap dia mending langsung nikah aja. Gue nggak bisa berkata-kata dong. Baru kali itu pertama ada pria yang pacaran ma gue ngajakin nikah. Perasaan gue campur aduk, kaget, seneng, bingung.
Akhirnya gue sampaikan ke nyokap gue, dari nyokap ke bokap gue. Mereka merestuinya. Karena waktu gue pulang, laki gue emang sempat nganterin gue. Nggak tahu feeling aja pengen ngajakin dia. Pas gue sampe waktu itu, nyokap gue nanya apa surat udah dibaca. Surat apa kata gue, gue nggak nerima surat.
Ternyata sebelum gue memutuskan pulang, nyokap bokap gue sempet kirimin gue surat. Isinya mereka menyampaikan kalau ada salah satu tetangga gue ngelamar gue karena udah suka ama gue dari dulu. Orangnya pemalu jadi dia langsung aja 'meminta' gue ke ortu sapa tau gue mau. Katanya dia udah punya kerjaan plus ruko miliknya di Bekasi.
Hal yang gue kagumi dari bokap gue adalah sikap bijaksananya. Dia nggak pernah mengambil keputusan sepihak, selalu menanyakan ama gue apa yang gue mau. Itu bukan sekali dua kali, ada orang yang tiba-tiba meminta gue dari bokap untuk di jadikan istri. Pas gue SMA pun ada kejadian serupa. Tapi bokap gue menolaknya dengan halus karena gue masih sekolah.
Mungkin karakter nggak matre gue gennya dari bokap dan nyokap gue, karena kalau mereka silau mungkin gue udah berhenti sekolah dipaksa nikah. Atau dijodohin tanpa rembugan dulu ma gue. Mungkin kalo itu terjadi, hidup mereka nggak bakalan susah kayak sekarang karena ada atm berjalan😅
Tapi bokap gue nggak begitu. Selain karena kehidupan keluarga gue juga lagi adem ayem. Bokap gue masih dinas, masih dipercaya dan disegani masyarakat sekitar bahkan ada yang dukung dia buat ikutan ngades. Tapi bokap gue nggak mau, jadi Rt aja tanggung jawabnya besar katanya.
Tanpa gue bilang dengan gue membawa laki gue ikut pulang kampung sudah jadi jawaban kalau gue sudah punya pilihan sendiri. Kedua orang tua gue pun tidak mempermasalahkannya. Tapi ternyata laki gue mendengar percakapan itu sampai dia tiba-tiba demam😅
Kebanyakan pria menghindar dari pertanyaan serius soal pernikahan. Bokap gue juga nggak nanya-nanya banyak karena mungkin baru sekali ketemu. Yang aneh dan bikin gue melongo laki gue yang minta di tanyain ma bokap gue. Gue bilang saat itu dia dan gue lagi sama-sama bucin. Entah apa yang mendorong, mungkin takut ada yang ngelamar gue lagi kali 😅, sebelum pamit, akhirnya laki gue nitipin gue. Katanya dia serius ma gue dan orang tuanya akan ke tempat gue.
Maybe itu yang jadi pertimbangan laki gue beserta orang tuanya yang memutuskan nggak jadi tunangan dulu ma gue tapi langsung nikah. Cewek mana yang nggak lumer. Ketika sebagian besar pria mikir panjang, nunggu dulu kerjaan mapan dsb untuk meminang. Tapi dia segitu pede dan nekad meminta gue hanya bermodalkan cinta dan restu kedua orang tuanya.
Ditambah lagi, kalau dia mengatakan bahwa gue adalah pacar pertama yang dia miliki dan akan jadi pacar terakhirnya. Makin ambyar kan hati gue. Karena dia memang orangnya tertutup, dan nggak berani mengutarakan perasaannya pada lawan jenis. Baru ke gue aja katanya dia nekad dan nggak mau kehilangan gue. Dan bagi gue sendiri, meski dia bukan yang pertama tapi gue mengiyakan jika dia pun akan jadi yang terakhir buat gue.
Itu moment yang indah ....
Singkat cerita setelah nikah gue diboyong ke Jakarta. Dari yang nggak punya hp, kebeli satu yang harganya mayan. Lanjut kebeli hp dua, nggak berapa lama gaji dia naik. Bisa beli motor meski sekend tapi masih mayan bagus punya tetangga. Nggak lama setelah itu gue dikaruniai momongan.
Endah bet alur kehidupan pernikahan gue waktu itu. Dan gue makin optimis dengan masa depan. Rezeki ternyata dari mana saja datangnya, meski gue nggak bisa kuliah dan menggapai cita-cita tapi Tuhan memberi jalan lain.
Nyanyian penghantar tidur masa-masa itu ya paling gue kangen flashbcak kehidupan gue sejak kecil sampe gue nikah dan punya anak. Gue suka mikirin moment apa yang gue ingat, sampai gue terlelap.
Namun tiba-tiba alur tak terduga banyak berdatangan dalam kehidupan gue juga keluarga gue. Dimulai dari kandasnya pernikahan kakak pertama gue, sampai badai menerjang bahtera gue sendiri. Itu masa yang berat dan panjang. Baik gue maupun keluarga gue seperti dihajar tanpa ampun oleh masalah yang pelik bertubi-tubi.
Berbarengan dengan kondisi ekonomi keluarga gue yang merosot drastis, begitupun dengan gue yang mulai oleng dan sakit-sakitan. Migren gue makin parah, masalah gue makin memuncak. Gue kehilangan jati diri gue dalam sekejap.
Susah payah gue bangkit, bahkan gue pernah didiagnosis dokter mengalami gangguan psikis akut dan harus segera konsul ke psikiater. Air mata gue tiba-tiba berhenti dan itu hal buruk yang gue alami dari sekian banyak kegetiran idup. Percaya ma gue, air mata itu bukan tanda kelemahan. Justru itu anugerah yang Tuhan berikan untuk meluapkan segala emosi dan setelah itu perasaan akan jauh lebih baik Karena saat nggak bisa lagi netesin air mata, itu rasanya sangat menyesakkan dada. Seperti ditimbun reruntuhan hebat.
Dari situ, drama kehidupan gue maupun keluarga gue dimulai sampai detik ini masih berlanjut dan entah sampai kapan berakhir ....
Tobe continue ....